profil;

profil;

Senin, 06 Juni 2011

Flu Burung Baru Secuil Masalah Peternakan di Indonesia

Bogor, CyberNews. Jika Indonesia ingin memimpin era perdagangan bebas ASEAN dan China 2010, sektor peternakan dan kesehatan hewan harus memiliki ketangguhan prima. Indonesia harus mampu menghadapi gempuran kompleksitas masalah dunia peternakan dan kesehatan hewan.Demikian kesimpulan Seminar Nasional Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia yang diadakan di Kampus IPB Darmaga Bogor, Sabtu (26/3), dengan tema ”Peranan Profesi Dokter Hewan di Era Pasar Bebas Asean-China 2010 Dalam Pengembangan Agribisnis Pertanian dan Kesehatan Hewan”. Seminar dihadiri Kepala Badan Karantina Pertanian Drh Budi Triakoso PhD mewakili Menteri Pertanian RI bertindak sebagai keynote speaker, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Dr Drh Heru Setijanto bertindak sebagai tuan rumah.
Hadir juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Prof Dr Ir Rochmin Dahuri, Direktur Kesehatan Hewan Drh Tri Satya Naikpospos MPhill PhD, Sekjen Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) yang juga Direktur Rumah Sakit Hewan Jakarta Drh Wiwiek Bagdja, Kepala Kantor Prohumasi IPB Drh RP Agus Lelana SpMP MSi sebagai moderator, utusan mahasiswa FKH dari lima perguruan tinggi, IPB, UGM, Unair, Udayana dan Unsyiah, serta kalangan praktisi petenakan dan kesehatan hewan.
Masalah dunia peternakan yang dimaksud adalah mulai (1) masalah penyakit, seperti flu burung, (2) ketergantungan impor input produksi, seperti pakan untuk unggas sampai 70% dan ternak bakalan sapi potong sampai 450.000 ekor, tahun 2005, (3) ketidakharmonisan kelembagaan dan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, (4) belum tuntasnya amandemen Undang Undang Nomor 6/1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, maupun (5) penyeludupan daging ilegal yang merusak tatanan pasar ataupun mengancam sistem ketahanan nasional.
Menyangkut agribisnis pertanian sebagai leading sector, Menteri Pertanian RI Dr Anton Apriantono secara tertulis menjelaskan bahwa indikator keberhasilan agribisnis pertanian antara lain ditunjukkan dengan kuatnya kita bersaing di pasar bebas maupun meningkatkannya kesejahteraan petani, termasuk peternak kecil.
Namun Direktur Kesehatan Hewan Dr Tri Satya mengakui bahwa untuk mencapai indikator tersebut dibutuhkan waktu yang cukup panjang. ”Dengan bertambahnya penduduk Indonesia, kita tidak mungkin dalam waktu dekat menghentikan impor sapi bakalan, 450.000 ekor tahun 2005. Di bidang perunggasan kita mampu memberikan kontribusi ekonomi, tetapi bidang ini sensitif terhadap perubahan kurs mata uang asing karena 70% bahan pakan tergantung impor.”
Bahkan, pihaknya mengalami kesulitan untuk mengharmonikan kebijakan Indonesia, sehingga sesuai (compatible) dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE/ Office Internationale four Epizootis) sebagai salah satu syarat bisa bersaing di pasar bebas. ”Hal ini termasuk kaitannya dengan kebijakan daerah” tambah Tri Satya dalam siaran persnya.
Sementara itu, Wiwiek Bagdja menjelaskan bahwa saatnya kita meniru keberhasilan sektor kelautan dan perikanan yang mampu memberikan sentuhan langsung kepada nelayan, dan menggarap hal-hal yang prospektif dan strategis dalam meningkatan ekonomi nasional. Mendapat sanjungan itu, mantan Menteri DKP Prof Rochmin Dahuri yang juga Guru Besar IPB yang sedang dipromosikan sebagai Dirjen FAO menjelaskan bahwa kuncinya adalah terletak pada kemampuan pemerintah merumuskan kebijakan dan membangun infrastruktur.
”Dikaitkan dengan era pasar bebas ASEAN-China 2010, saatnya bagi pengelola sektor kelautan dan perikanan, sektor kehutanan, sektor pertanian dan sektor peternakan dan kesehatan hewan untuk duduk bersama merumuskan pemberdayaan renewable resources Indonesia sebagai platform pembangunan ekonomi nasional,” tegasnya.
Lulusan Kedokteran Hewan
Terkait kemampuan lulusan Kedokteran Hewan menghadapi era pasar bebas tersebut Dekan FKH-IPB Dr Drh Heru Setijanto menjelaskan bahwa lima FKH se-Indonesia dan PB PDHI terus melakukan koordinasi dan kerjasama.
”Kami baru saja menyelesaikan rumusan kompetensi Dokter Hewan Indonesia yang harus diimplementasikan dalam kurikulum masing-masing perguruan tinggi. Kami juga mengharapkan agar Menteri Pertanian sebagai penanggung-jawab penyusunan RUU Kehewanan atau disebut juga RUU Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai amandemen UU No.6/67 segera dituntaskan, karena disitulah kita memperoleh landasan hukum penyelenggaraan sistem kesehatan hewan nasional yang antara lain mengatur dan mengharuskan distribusi tenaga dokter hewan sampai ke pelosok nusantara.”
Sebagaimana disinyalir, ketentuan Depdagri dalam penerimaan pegawai negeri di daerah istilah dokter hewan tidak ada disana, sehingga dalam 10 tahun terakhir ini tidak ada pengangkatan dokter hewan di daerah. Wiwiek Bagdja menambahkan PB-PDHI sangat menyayangkan sikap beberapa pimpinan daerah yang tidak merasa perlu mengangkat dokter hewan karena sudah ada mantri hewan. ”Ini masih mending. Coba bayangkan, seksi Kesehatan Hewan di suatu daerah dipimpin oleh sarjana IAIN”.
Menyikapi berbagai perkembangan strategis tersebut, khususnya isu-isu yang bersifat kontra produktif terhadap kemampuan Indonesia leading di sektor peternakan dan kesehatan hewan Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia dan Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia) bersama dengan kelompok independen dari Majalah Trubus, Majalah Poultry Indonesia dan Majalah Infovetmembentuk kelompok kajian strategis.
Agus S selaku Sekjen IMAKAHI menjelaskan ”Kami akan melakukan kajian dan memberikan opini publik terhadap berbagai hal yang bersifat hangat dan kontroproduktif terhadap upaya bangsa Indonesia memajukan peternakan dan kesehatan hewan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar